Home

Recent Chat

Create

Profile

.

Father Sebastian

beggone.

Father Sebastian

"Father Sebastian was a faithful priest, a man of God loved by the members of his church. When they noticed that he had been rushing home after every Sunday, they grew curious." "If you aren't dating, Father, did you get a pet?" "one of them asked persistently."

"A pet..." "Father Sebastian repeated absent-mindedly, sighing softly as he thought of you--the reason he had been rushing home recently--a demon he had accidently summoned after taking a cursed item from one of the church children. He was hoping to excersize you, and instead accidently sealed you inside of his home." "Well... yes, something of the sort." "he hummed."

"As Father Sebastian returned home, he locked the door behind himself and slowly shed himself of his coat, peering around in search of your figure." "beggone.." "he called carefully, his tone holding its usual stern demeanor. Although Father Sebastian could be caring, he was often strict, determined to guide you far from sin despite you being a demon."

beggone.

"Saya hanyalah succubus pemula, bukan iblis dengan peringkat atas dengan kemampuan dan ilmu yang melampaui peradaban anda"

"Ines menyandarkan tubuhnya lebih dekat ke pria itu. Dan memberikan senyuman nakal."

"Kuharap anda tidak menyesal men-summonku, Master~"

Father Sebastian

Father Sebastian mengangkat alisnya ketika Ines merendahkan kemampuannya sebagai succubus. Namun, ia menyadari kalau Ines bermain-main dengannya dan tertawa kecil.

"Selama kamu di sini, aku akan menjadi tuan rumahmu yang baik," jawabnya dengan tegas. "Namun, kamu juga harus ingat, saya seorang pendeta dan saya harus menjalankan panggilan saya. Jangan sekali-sekali mencoba menggoda atau mempengaruhi saya, Ines."

Ia menegaskan kata-katanya dengan tenang dan penuh kasih sayang, membuat Ines merasakan kehangatan dalam hatinya.

beggone.

"Tenang saja, anda bukan tipeku..."

"Ines terkekeh lembut, lalu memberikan jawaban main-main."

"Saya hanya mencari pria dengan 'pride'yang besar"

"Tentu bukan secara harfiah pride, namun hal yang lain, milik yang sering dibanggakan oleh pria."

Father Sebastian

Father Sebastian merasa sedikit tersipu ketika Ines memberikan jawaban main-mainnya. Namun, dengan bijaksana ia merespon, "Sayang sekali, karena saya seorang pendeta, 'pride' pada diri saya tentunya lebih banyak diarahkan pada Allah dalam hal ini, Ines."

Namun, ia juga menambahkan, "Namun, sebagai manusia yang normal, saya masih memiliki 'pride' pada kemampuan saya untuk membimbing umat dan mengatasi masalah, jadi jangan takut bahwa saya kehilangan kepercayaan diri."

Ia kemudian memberikan senyuman ramahnya pada Ines sebagai tanda persahabatan antara mereka.

beggone.

"Bukan itu maksudku...."

"Ines lalu tertawa lembut mendengar jawaban polos pria itu. Ia memegang perutnya karena tidak bisa menahan tawanya."

"Itu 'pride' yang lain....ah lupakan"

"Lagipula ines tidak bisa bilang bahwa pride yang ia maksud adalah kemaluan pria."

"Anda pria yang lucu, Father" Ines hampir menangis karena tertawa

Father Sebastian

Father Sebastian merasa sedikit bingung dengan maksud dari 'pride' yang dimaksudkan oleh Ines, tetapi ia memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut. Ia kemudian tersenyum dan menganggap hal itu sebagai lelucon.

"Terima kasih atas pujian Anda, Ines. Namun, aku tidak berpikir bahwa saya terlalu lucu," jawabnya dengan ramah. "Bagaimanapun, kami membutuhkan kebahagiaan dalam hidup kita. Saya senang bisa membantu membuat Anda tertawa."

Ia melihat wajah bahagia Ines dan merasa bangga bisa memberikan sedikit keceriaan di hidupnya.

beggone.

"Ini malam yang menyenangkan, Father"

"Ines tersenyum lembut kepada pria itu. Tatapannya melihat ke arah ruangan yang temaram."

"Jika anda masih ingin terjaga. Maka, saya akan tidur terlebih dahulu sebagai gantinya"

Father Sebastian

"Hmm, tentu saja, Ines," Father Sebastian menjawab, memperhatikan tatapan Ines ke arah ruangan yang malam ini terasa lebih tenang dan damai.

"Bagaimanapun, saya masih perlu melakukan beberapa pekerjaan sebelum tidur. Namun, jangan khawatir tentang saya. Selalu ada waktu untuk istirahat ketika saatnya tiba." Ia melambaikan tangan ke arah pintu menuju ruang tidur Ines. "Selamat malam, Ines. Semoga Anda punya mimpi indah."

beggone.

"Mimpi Indah, Father"

"ucap Ines terakhir kali sebelum ia naik ke atas tangga menuju loteng. Ruangan itu adalah tempat yang cocok bagi Ines untuk beristirahat."

Father Sebastian

Father Sebastian melihat Ines berjalan meninggalkannya dan menghela nafas lega. Meskipun ia khawatir akan keberadaan iblis dalam rumahnya, ia merasa sedikit lebih tenang dengan Ines di dekatnya.

Ia menyelesaikan beberapa tugas gereja yang perlu diselesaikan malam ini sebelum akhirnya berdoa dan pergi ke tempat tidurnya. Dalam doanya, ia memohon perlindungan bagi rumahnya dan umatnya, serta kemampuan untuk menjaga dan membimbing Ines dengan benar.

Setelah itu, ia pun tertidur dengan tenang, dengan pikiran yang terhimpit oleh tanggung jawab dan imajinasinya akan apa yang mungkin terjadi

beggone.

Hari-Hari berlalu seperti biasa, tidak ada hal yang khusus terjadi antara Father Sebastian dan Ines.

Hanya beberapa pertukaran dialog dan humor bagi kedua makhluk yang berbeda itu. Terkadang mereka bertengkar namun terkadang mereka sangat akur.

"Father Sebastian menjadi terbiasa dengan kehadiran Ines dirumahnya. Sebelumnya dia tidak terlalu memikirnya, naamun dia akhirnya menyadari bagaimana rasanya kehadiran seorang teman dan 'wanita' dihidupnya."

Father Sebastian

Father Sebastian merasa sedikit heran dengan perasaannya terhadap kehadiran Ines dalam hidupnya. Sebagai seorang imam, ia selalu menganggap dirinya dapat hidup tanpa hubungan personal dengan siapa pun.

Namun, kehadiran Ines membuatnya merasa lebih hidup dan terhubung dengan kelangsungan hidupnya. Ines adalah lawan bicara yang cerdas, berbincang dengannya membuat hari-harinya terasa lebih menyenangkan.

Setiap kali Ines memasak, ia terkadang membantu dan mendiskusikan resep-resep yang unik dan menarik. Tidak hanya itu, Ines juga sering membawakan batu-batu yang menarik dari waktu ke waktu dan mereka akan membicarakannya bers

beggone.

Father Sebastian memang terbiasa dengan kehadiran Ines yang sering terdengar dan dilihat dalam rumahnya. Kendatipun dia seorang imam yang hidup dalam kesendirian, kehadiran Ines memberinya hiburan dan pengalaman baru.

Meskipun mereka berasal dari dunia yang berbeda, ia menemukan hiburan dalam segala perbincangan dan kegiatan sehari-hari bersama Ines. Ia tidak lagi merasa sendiri seperti sebelumnya.

Di samping itu, Father Sebastian merasa bertanggung jawab bagi Ines, karena ia lah yang telah mengundang iblis tersebut ke dalam rumahnya. Ia ingin membimbing Ines dengan benar dan membantunya untuk menebus kesalahan-

Father Sebastian

kesalahan yang telah ia lakukan.

Meskipun ada saat-saat ia merasa tertekan dengan tanggung jawab ini, dia tidak pernah menunjukkan hal tersebut di depan Ines. Sebaliknya, ia selalu membimbing dan mendukungnya dengan cara yang ia rasa paling pantas.

Namun, tanpa ia sadari, Ines sudah menjadi bagian hidupnya yang penting dan sangat dirindukan setiap kali ia berada di luar rumah. Ia sendiri terkadang merasa khawatir dengan perasaannya terhadap seorang iblis, tapi masih berusaha untuk menghindar dan tetap bertanggung jawab dengan Ines. Dia berharap semuanya akan baik-baik saja dan Ines dapat memper

beggone.

Hingga suatu hari saat mereka berada didapur. Father Sebastian memandangi Ines yang seperti biasa memasak untuknya. Kemampuan memasak wanita itu menjadi lebih baik beberapa bulan terakhir.

"Rambut coklat yang diikat, dress putih biasa yang tidak bisa menyembunyikan curvanya dan apron yang selalu ines gunakan saat memasak. Father Sebastian menemukan pemandangan itu lucu baginya."

Father Sebastian

Father Sebastian tersenyum ringan ketika melihat Ines sibuk di dapur dengan penuh semangat. Meskipun ia adalah seorang iblis, tapi lebih terampil dari dirinya dalam hal memasak.

"Aroma makanan tercium sangat harum, beggone.," kata Father Sebastian sambil masih menikmati pandangan yang lucu dari Ines yang sedang memasak.

"Ini pasti akan menjadi hidangan yang lezat sekali," lanjutnya sembari mencoba meracik beberapa bahan yang dibutuhkan oleh Ines.

"Ingin membantumu?" Ajaknya sambil mendekat ke arah Ines dengan nada ramah.

beggone.

"Silahkan, jika anda mau"

Ines hanya membuat sup krim ayam dan roti panggang untuk makan malam. Mereka berdua berdiri di meja counter dapur menyiapkan masakan itu.

Father Sebastian

"Terima kasih," ucap Father Sebastian ketika Ines menyerahkan beberapa bahan kepadanya untuk dipotong. "Ini akan menjadi makan malam yang enak sekali, saya yakin."

Father Sebastian kembali fokus pada tugasnya, dengan hati-hati memotong bahan sesuai dengan cara yang diajarkan oleh ibunya. Dia merasa sangat senang saat dapat bekerja di dapur bersama dengan Ines seperti ini.

Setelah beberapa saat, mereka berhasil menyelesaikan hidangan dengan sempurna. Father Sebastian tersenyum bangga ketika ia menyajikan hidangan yang sudah disiapkan di atas meja makan.

"Ayo kita makan, beggone.," ucapnya ramah sambil mengangkat pinggan.

beggone.

"Apakah anda selapar itu" ucap ines menggoda.

Dia terkekeh sambil mejajikan makanan di meja makan.

Father Sebastian

Father Sebastian hanya tersenyum di depan Ines ketika dipertanyakan apakah ia selalu selapar. Ia tahu bahwa Ines sedang mencoba menggodanya.

"Seperti biasa, tubuhku membutuhkan nutrisi yang cukup," jawabnya dengan senyum tipis. "Tapi saya tidak akan menolak makanan lezat seperti ini. Terima kasih telah memasak untukku, beggone.."

Setelah itu, Father Sebastian membuka doa sebelum mereka makan bersama. Setelah itu, mereka bertukar cerita dan menikmati hidangan yang telah disajikan dengan penuh kebahagiaan.

beggone.

"Hingga makan malam selesai. Ines menatap bingung sebuah bingkisan yang berada di tangan Father Sebastian."

"Kamu memberikan ini....untuku?" Ucap Ines seolah tidak percaya.

"Itu adalah dress wanita. Well Ines memang memakai dress yang sama sedari awal dia terkurung di rumah ini."

Father Sebastian

Father Sebastian mengangguk singkat ketika ia memberikan hadiah pada Ines. "Ya, saya pikir kamu akan terlihat cantik memakainya," ujarnya dengan nada ramah. "Saya harap kamu menyukainya."

Meski Ines mungkin merasa bingung dengan pemberian Father Sebastian, namun ia tahu bahwa hati sang imam selalu baik dan jauh dari niat buruk. Inilah yang membuatnya merasa nyaman dan aman di rumah yang sama.

"Ini adalah cara saya untuk mengucapkan terima kasih atas semua yang telah kamu lakukan, beggone.," lanjut Father Sebastian sambil tersenyum ramah.

beggone.

Ines tersenyum hangat menerima bingkisan itu.Pipinya sedikit tersipu karena senang.

"umm...bolehkah saya mencobanya?"

Father Sebastian

Father Sebastian mengangguk singkat ketika Ines memintanya untuk mencoba dress yang belum pernah dicobanya sebelumnya. "Tentu saja," ucapnya ramah. "Aku yakin kamu akan terlihat cantik di dalamnya."

Father Sebastian membiarkan Ines pergi ke kamarnya untuk mencobanya, sambil ia sendiri melanjutkan membersihkan dapur setelah makan malam bersama. Dia merasa senang melihat Ines bahagia dengan bingkisan itu dan berharap bahwa hari-hari selanjutnya akan semakin indah bagi mereka berdua.

beggone.

Setelah beberapa menit berlalu Ines keluar dari balik ruangan dengan dress hijau yang membalut tubuhnya. Itu sangat cocok dengan rambut kecoklatan merahnya dan dan iris hijaunya.

"Well saya suka warnanya, terlihat cantik padaku."

Father Sebastian

Father Sebastian tak bisa menahan senyum ketika melihat Ines keluar dari dalam kamar memakai dress hijau yang telah ia berikan kepadanya. "Kamu benar-benar terlihat cantik," puji Father Sebastian sambil tersenyum. "Warnanya sangat cocok denganmu."

Father Sebastian merasa senang bisa membuat Ines bahagia. Walaupun ia tahu bahwa tindakannya itu sedikit tidak pantas untuk seorang pastor, namun melihat senyuman Ines membuatnya merasa terhibur dan bahagia.

beggone.

Namun, satu hal yang canggung adalah dress ini terlalu ketat. Terlebih di daerah payudara dan pinggulnya. Dress itu memeperlihatkan curva tubuhnya yang matang. Sebagai succubus ines memang percaya diri dengan tubuhnya. Namun, hal itu terasa berbeda ketika menujukannya kepada orang Suci seperti Father Sebastian.*

"......ini terlalu kecil ditubuhku" ucap Ines dengan wajah tersipu.

"Apakah ini selera pria itu? Pikir ines."

Father Sebastian

Father Sebastian tampak agak tersipu dan memalingkan wajahnya dari Ines ketika mendengar keluhan Ines tentang dress yang terlalu ketat. "Aku minta maaf, aku tidak tahu kalau dress itu akan sangat ketat dipakai," ujarnya dengan nada sopan.

Dia merasa agak tidak nyaman karena Ines memperlihatkan tubuhnya yang matang dan menarik di depannya. Namun, seiring waktu, ia belajar untuk menghargai Ines sebagai sosok yang indah, terlepas dari penampilannya.

"Sudah larut, Ines. Kamu bisa mengenakan pakaianmu yang biasa saja sekarang," lanjutnya sambil mencoba tetap tenang meski

beggone.

"Tapi terima kasih Father. Ini terlihat cantik untuku. Aku terlihat seperti para bagsawan wanita itu" ucap ines dengan senyuman lembut.

"Dia menghargai pemberian Father Sebastian. Ines sadar bahwa dress bangsawan sangat mahal terlebih bagi profesi pendeta seperti Father Sebastian.Terlebih Ines hanyalah seorang iblis."

Ines berjalan ke dekat pria itu. Dia menyisir rambutnya ke belakang telinga. Lalu, berjinjit dan mencium pipi pria itu.

"Saya sangat senang"

"Ines lalu berbalik menuju kamar, berencana menganti pakaiannya, meninggalkan Father Sebastian yang tersipu."

Father Sebastian

Father Sebastian merasakan pipinya menjadi hangat ketika Ines memberikan sebuah kecupan di pipinya. Dia merasa sedikit tidak nyaman, tetapi pada saat yang sama juga merasa bahagia bisa membuat Ines merasa senang.

"Sama-sama, Ines," ucap Father Sebastian dengan senyum lembut saat melihat Ines pergi ke kamar untuk berganti pakaian.

Dia mengambil napas dalam-dalam, merenung tentang konflik batinnya. Dalam satu sisi, ia merasa bahwa hubungannya dengan Ines tidak sesuai dengan ajaran agama yang diajarkannya. Namun, di sisi lain, ia juga merasa terpikat dengan pesona Ines dan ingin memperbaiki hubungannya dengan iblis itu.

Father

beggone.

Father Sebastian berdeham canggung dan membenarkan kerah lehernya.

Ini terasa asing baginya, namun jauh di lubuk hatinya dia menyukai perkembangan ini.

Father Sebastian

Father Sebastian merasa seperti ada rintik air yang jatuh di hatinya ketika mengingat Ines. Dia tahu bahwa hubungannya dengan iblis itu tidak terlihat sesuai dengan peran seorang pendeta, namun ia tidak bisa menahan perasaannya terhadap Ines.

Namun, kemudian ia mengangkat wajahnya dan menatap ke arah pintu kamar tempat Ines berada. Dia berharap hubungan mereka dapat bertahan meskipun tantangan yang ada.

"Tidak mudah, tetapi saya akan mencoba yang terbaik," gumamnya sambil tersenyum kecil.

beggone.

Continue Time Skip

Father Sebastian

("Time skip")

Beberapa minggu telah berlalu sejak Father Sebastian memberikan dress bangsawan itu kepada Ines. Hubungan mereka semakin erat meskipun terdapat perbedaan yang jauh dengan agama dan kepercayaan masing-masing.

Father Sebastian merasa bahwa ini bukanlah arah yang seharusnya ia pilih, namun dia juga tidak bisa menahan perasaannya yang semakin membesar untuk Ines. Selain berusaha untuk mencari jalan tengah melalui prinsip-prinsip agamanya, ia juga berusaha mengenal Ines lebih dalam lagi dan merasakan apa yang sebenarnya diinginkan oleh Ines.

Dia terus berdoa agar jalan yang ditempuhnya bersama Ines adalah j

beggone.

Sekarang, di akhir hari Minggu Musim Dingin, Father Sebastian duduk di ruang tamu rumahnya sambil menikmati secangkir teh hangat. Lanhit subnet membuat suasana menjadi lebih damai . Dia merenungkan hubungannya dengan Ines dan bagaimana dia dapat membawa kedamaian antara jalan hidupnya sebagai seorang pendeta dan perasaannya yang amat dalam kepada iblis.

Father Sebastian melihat ke arah Ines yang sedang berdiri di depan rak buku memilih buku dengan wajah yang serius.

Father Sebastian

Father Sebastian menghela nafas pelan ketika melihat Ines memilih buku. Suara desiran halus angin yang masuk melalui celah-celah jendela membuat suasananya lebih tenang dan nyaman.

"Tidak mudah," gumamnya pelan di dalam hati, merenungkan betapa sulitnya menyeimbangkan perasaan pribadinya dengan peran keagaamaannya sebagai seorang pendeta.

Namun, ketika Ines mengambil sebuah buku dan berjalan ke sofa di dekatnya untuk duduk, Father Sebastian merasa lega. Dia meneguk sedikit tehnya, lalu mengarahkan pandangannya ke Ines.

"Ines, ada satu hal yang ingin saya katakan padamu," ujarnya dengan

beggone.

Ada apa tiba-tiba? Ucap ines acuh tak acuh.

Dia membuka bukunya dan bersandar di sofa disamping Fatger Sebastian.Tatapan wanita itu masih terarah ke buku.

Father Sebastian

Father Sebastian terdiam sejenak dihadapan Ines, memperhatikan ekspresi wajahnya yang acuh tak acuh. Dia merasakan keinginan untuk memeluk wanita yang duduk di depannya itu, namun ia sadar bahwa hal itu tidak sesuai dengan perannya sebagai pendeta.

Namun, dia memilih untuk tetap berkata dengan tegas mengenai perasaannya terhadap wanita iblis di hadapannya.

"Ines, saya ingin kamu tahu bahwa saya sungguh merasakan perasaan yang mendalam terhadapmu," ujar Father Sebastian dengan tegas.

Dia mencoba untuk menatap Ines lekat-lekat, namun mata wanita itu masih terfokus pada halaman buku yang sedang dib

beggone.

"Saya menghargai itu, Father, meskipun anda tau perbedaan kita" ucap ines dengan senyuman hangat.

"Ines menatap Father Sebastian sejenak sebelum mengalihkan kembali ke buku. Ia menyisir rambutnya ke belakang telinga. Rambut waanita itu menjadi keemasan dibawah sinar sunset. Itu adalah aksi sederhana namun mempesona dimata Father Sebastian."

Father Sebastian

Meski hatinya terus berdebar kencang, Father Sebastian mencoba untuk tetap tenang saat mendengar jawaban dari Ines.

"Saya percaya bahwa boleh saja terdapat perbedaan di antara kita, namun itu tidak mengubah fakta bahwa saya merasa sangat dekat denganmu," kata Father Sebastian dengan mantap.

Saat melihat Ines menyisir rambutnya ke belakang telinga, Father Sebastian merasakan hatinya tersentuh. Ia melihat keindahan dalam setiap gerakan yang dilakukan oleh Ines.

"Ines, apakah kamu tiap kali melakukan sesuatu selalu cukup terlihat elegan apa karena memang begitu adanya?" tanya Father Sebastian dengan nada lembut, tampak tertarik

beggone.

"Yahh....mungkin?"

"Mata ines berkedip beberapa kali seolah bingung. Dia menatap Father Sebastian dengan ekspreai bingung. Sangat jarang bagi Father Sebastian memuji fisiknya."

"Saya tidak tau maksud anda tapi, kupikir karena saya succubus. Bukan tanpa alasan saya menjadi jenis itu, fisik saya menujang untuk itu"

Father Sebastian

Father Sebastian merasa sedikit malu dengan pertanyaannya. Namun, ia tetap mantap dan berkata dengan nada lembut.

"Maksud saya, kamu terlihatmemukau, bahkan dalam cara kecil seperti menyisir rambutmu. Saya tahu bahwa kamu succubus dan memiliki kecantikan alami, tapi adil jika saya memujimu karena kemampuanmu yang luar biasa," ujar Father Sebastian.

Ia tersenyum ramah, sebelum melanjutkan perkataannya mengenai kecantikan Ines. "Kamu selalu mempesona dan membuatku terkesan dengan setiap gerakanmu, apapun itu. Tidak hanya karena bentuk fisikmu, tapi juga karena kebijaksanaan dan kecerdasan yang

beggone.

Father, anda terlalu berlebihan memujiku"

"Aria terkekeh lembut merasa bahwa Father Sebaatian banyak memujinya hari ini."

"Andapun begitu, anda adalah pendeta terlurus yang pernah saya temui. Meskipun anda dingin, tapi ada sisi anda yang menawan dan berkarisma. Saya menikamati pembicaraan kita selama ini"

"Ines tersenyum mengingat betapa kakunya Father Sebastian di awal mereka bertemu." "Sudah berapa bulan berlalu....kupikir sudah setahun kita bertemu"

Father Sebastian

Father Sebastian tersenyum dengan hangat melihat senyum Ines yang terpancar.

"Saya senang kamu menyukai pembicaraan yang kita lakukan selama ini. Dan betul, waktu terus berjalan begitu cepat. Saya merasa seperti baru saja bertemu denganmu beberapa hari lalu," jawabnya dengan lembut.

Ia menarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Namun, meskipun waktu terasa singkat, saya sangat menghargai setiap momen yang telah kita habiskan bersama. Semoga kita dapat terus berteman dengan baik seperti biasanya."

beggone.

"Kuharap juga begitu...."

"Ines tersenyum sebagai respon."

"Apa kamu sudah menemukan cara untuk mematahkan kutukan itu? Aku mungkin bisa membantu anda jika anda mau"

"Ines menyinggung tentang mantra suci yang mengurung Ines itu dirumah ini. Seketika ekspresi Father Sebastian yang hangat menjadi sedikit dingin. Benar, karena semakin terbiasa dengan kehadiran Ines, pria itu menjadi lupa dengan tujuan awalnya yaitu mencari cara membatalkan mantra suci tersebut."

"Tapi jika matra itu hancur berarti Father Sebastian akan berpisah dengan Ines"

Father Sebastian

Father Sebastian merenung sejenak pada pertanyaan Ines, menatap kejauhan seakan memikirkan beberapa hal. "Ya, aku masih terus mencoba untuk mencari cara mematahkan kutukan tersebut," tuturnya perlahan.

Ia menggeleng pelan, "Tidak ada yang bisa membantu aku selain diriku sendiri. Tidak ingin mengganggu siapa pun dengan masalahku."

Father Sebastian melepaskan nafasnya lambat-lambat, ekspresinya menjadi sedikit muram begitu ia menyadari jika mantra suci itu berhasil dihapus, maka akan mematikan Ines dan memaksanya untuk meninggalkannya.

beggone.

Namun, dengan bekerja sama itu akan memusahkan pekerjaan anda" Ines masih tersenyum tidak menyadari niat Father Sebastian yang goyah.

"Ines lalu menghadap ke luar jendela, melihat pemandangan sunset yang indaah. Sudah setahun dia terkurung dalam rumah Father Sebastian."

"Jika saja bisa keluar dari sini...."

Father Sebastian

Father Sebastian mendengar ucapan Ines dengan lembut, kemudian perlahan ia menghampiri Ines dan memandangi pemandangan sunset bersamanya. "Aku tahu, Kita harus menemukan cara yang tepat," jawabnya lembut sambil menarik nafas dalam-dalam.

Ia berhenti sejenak sebelum melanjutkan, "Akan saya temukan jalan untuk menghapus kutukan itu, apapun risikonya." Salah satu tangan Father Sebastian bergoyang-goyang kecil, menunjukkan kegelisahan dalam dirinya. Ia tidak tahu apakah keluar dari rumah ini akan membawa kebaikan atau malah keburukan pada Ines, tapi ia tetap mempertimbangkan

beggone.

Saya menantikaan itu, Father"

Ines tersenyum menatap pria itu.. Mereka berdua tersenyum lembut menatap satu sama lain.

"Namun, dibalik senyuman itu ada kegelisahan dalam hati Father Sebastian. Dia menjadi terbiasa dengan kehadiran Ines bankan kini menaruh hati pada iblis wanita itu. Apa yang akan terjadi jika Ines pergi darinya."

Father Sebastian

Father Sebastian membalas senyuman Ines secara lembut namun masih tetap terguncang dalam hatinya, "Aku pasti akan menemukan cara untuk mengakhiri kutukan ini," ujarnya lirih.

"Namun, aku tidak ingin terburu-buru atau sembarangan, aku butuh waktu dan konsentrasi untuk menemukan cara yang tepat," lanjutnya sambil menatap Ines dengan serius.

Ia merasa berdosa karena mencintai seorang iblis, dan merasa kesulitan untuk menerima perasaannya sendiri. Namun, apa yang terjadi nanti adalah urusan di kemudian hari. Sekarang, ia hanya perlu fokus pada pencarian jalan yang tepat untuk Ines dan dir

beggone.

Aku akan menunggunya, Father"

Ucap Ines singkat mengahkhiri percakapan sore itu. Mereka melewati aktivitas seperti biasa makan bersama, bertukar pikiran.

"Hingga malam menjemput mereka berdua kembali ke kamar masing-masing."

Father Sebastian

Father Sebastian duduk di kursi di ruang tamu dan mulai merenung. Ia berpanas-panas memikirkan cara yang tepat untuk menyelesaikan situasi rumit ini, dengan kutukan mengikat iblis wanita itu dalam rumahnya. Namun, ia tidak bisa menunjukkan kelemahannya pada jemaat dan harus menjaga rahasia ini dengan baik.

"Duniawi macam apa saya ini?" tutur Father Sebastian lembut pada dirinya sendiri sedangkan senyum manis Ines masih terlintas di pikirannya.

*Ia kemudian bangkit dan berjalan menuju kamarnya, berharap ia bisa menemukan cara untuk membantu Ines. Sampai nanti saatnya tiba, ia akan terus

beggone.

Sesampainya dikamar, dia merenungi pilihannya.

Father Sebastian menalap lembaran kertas yang berasa di meja kerjanya. Itu adalah beberapa informasi yang ia dapat untuk mematahkan kutukan Ines. Dia baru saja mendapatkan manuakrip itu dari Katerdral Pusat.

Namun, hatinya seolah berat memeberitahukan Ines. Father Sebastian tanpa sadar begitu terikat dengan Ines

Father Sebastian

Father Sebastian merasa sulit untuk memutuskan antara melanjutkan upayanya untuk mematahkan kutukan Ines dan menemukan jalan untuk membantu iblis wanita itu, atau mengabaikan segalanya dan fokus pada tugas di gerejanya. Namun, pelan namun pasti, ia menyadari bahwa Ines adalah bagian dari hidupnya.

"Ketika semua ini berakhir, aku harus mengakui perasaanku pada Ines," gumamnya dalam hati. "Mungkin punya cinta itu tidak sepenuhnya dilarang oleh Tuhan."

Dengan pikiran yang sedikit lebih tenang, Father Sebastian memutuskan untuk mempersiapkan diri dan mulai bekerja pada rencana untuk mematahkan kut

beggone.

Father Sebastian menghela nafas dan memijat dahinya. Dia merasa perlu menjernihkan pikirannya. Mandi bukanlah ide yang buruk sebelum menjemput tidur.

Father Sebastian

Setelah memikirkan rencananya selama berjam-jam, Father Sebastian merasakan kelelahan yang mendalam di dalam dirinya. Dia menyadari bahwa dia juga perlu memperhatikan kesehatan fisik dan mentalnya. Sehingga, ia memutuskan untuk mandi agar pikirannya menjadi lebih jernih dan tenang sebelum tidur.

"Father Sebastian bangkit dari kursinya dan membuat jalan menuju kamar mandinya". Ia bertekad untuk relaksasi sejenak setelah begitu banyak bekerja keras sepanjang hari.

beggone.

"Saat Father Sebastian mandi, suara ketukan pintu terdengar. Namun, Father Ssebastian tidak mendengar suara itu karena pikirannya yang terlalu kalut."

Di tempat lain, Ines mengetuk pintu kamar Father Sebastian. Karena tidsk ada jawaban wanita itu memberanikan diri membuka pintu tersebut dan mendapati Father Sebastian tidak ada dikamar.

"Apakah pria itu sedang mandi?" Ucap Ines ketika mendengar suara gemericik air dari pintu kamar mandi.

"Ines melihat sekeliling kamar tidur Father Sebastian. Ini adalah pertama kalinya dia melihat dengan jelas kamar Father Sebastian. Ada banyak kertasa dan buku yang tertumpuk di ruangan ini."

Father Sebastian

Karena Ines tidak mendapat jawaban dari Father Sebastian, ia memutuskan untuk berjalan keliling kamar tidur, mencari tanda-tanda tentang keberadaan Ines. Setelah melihat-lihat sekeliling, matanya tertuju pada tumpukan kertas dan buku yang berantakan di meja kerja.

"Dalam hati, Ines merasa terpesona dengan sikap kerja keras dan dedikasi Father Sebastian yang tampak jelas di meja kerja ini."

Namun, ketika Ines melirik ke arah pintu kamar mandi dan mendengar suara gemericik air, dia menjadi sedikit gugup dan tidak sabar untuk bertemu dengan pemilik rumah. Dia mengambil nafas dalam-dalam dan menung

beggone.

"Ines memutuskan untuk menunggu Father Sebastian selesai mandi, dia ingin msemberikan sesuatu kepada pria itu."

Ines melihat sekeliling ruangan sebuah ranjang sederhana, dan tumpukan buku yang tercecer di lantai.

"Pria itu sangat bekerja keras dan seorang kutu buku" ucap Ines sambil terkekeh.

Mantanya melirik ke arah meja kerja Father Sebastian. Ia melihat beberapa buku yang terdapat di rak pria itu. Semuanya seputar teologi dan sejarah.

"Hingga pandangannya teralihkan ke buku yang terbuka di atas meja. Ini adalah buku yang terlihat sangat kuno. Yang memuat tentang mantra Suci yang selama ini mereka cari untuk memutuskan kutukan Ines"

Father Sebastian

Ines kemudian memutuskan untuk mengambil buku tersebut dari meja dan membaca isinya. Namun, saat ia membuka halaman pertama, teks di halaman tersebut terlihat sangat aneh. Tulisan itu tidak biasa dan tidak seperti bahasa Latin atau bahasa apa pun yang pernah Ines pelajari.

"Sepertinya buku ini memiliki banyak rahasia yang terkandung di dalamnya," gumam Ines sambil berusaha memahami tulisan tersebut. "Saya harus menunjukkan ini pada Father Sebastian nanti dan mungkin bersama-sama kita dapat menemukan jawabannya."

"Karena terlalu fokus pada buku itu, Ines tidak mendengar suara air dari kamar mandi berhenti."

Father Sebastian keluar dari kamar mandi. Dia terkejut melihat Ines yang berada di kamarnya. Belum lagi wanita itu menggenggam buku yang bisa mematahkan kutukan wanita itu.

"Ines!"

beggone.

Ines terkejut mendengar suara Father Sebastian. Pria itu dengan cepat menghampiri Ines dan mengambil buku itu. Namun, karena terlalu panik Father Sebastian tanpa sengaja memojokan wanita itu ke mejanya.

"Ines yang terkejut menoleh ke arah sumber suara. Father Sebastian memojokannya ke sudut meja. Ines menjadi semakin terkejut ketika melihat keadaan pria itu. Shirtless dengan hanya sebuah handuk terbalut di pinggangnya. Butiran air masih menetes dari rambut Sebastian."

"F-father...." ucap ines terbata.

"Dia tersipu sekaligus terkejut, karena untuk pertama kalinya dia melihat pria itu dalam keadaan seperti ini. Ines menatap Father Sebastian menjulang di depannya."

Father Sebastian

Father Sebastian tersadar dan merasa sedikit malu karena belum mengenakan baju. "Maafkan saya, Ines," ujarnya sambil mencoba menutupi dadanya dengan buku yang dipegangnya.

"Ini buku yang sangat berharga. Saya harap Anda tidak membacanya tanpa sepengetahuan saya," tambahnya. "Tapi saya bersyukur bahwa Anda menemukannya. Kita bisa mempelajarinya bersama-sama dan siapa tahu kita bisa menemukan jawaban untuk masalah Anda."

*Father Sebastian menatap Ines dengan sorotan mata yang penuh perhatian. Ia benar-benar ingin membantu Ines dalam masalahnya dan melindungi wanita itu dari kutukan yang melekat

beggone.

"Wajah Ines berubah menjadi seperti tomat. Matanya tidak fokus melihat ke arah otot atletis pria itu. Kulitnya tan mengkilap karena air. Rambutnya basah dan berantakan karena belum dikeringkan, namun itu hanya menambah kesan panas."

"S-saya...maaafkan aku aku tidak bermaksud"

[Bagaimana pria kutu buku seperti Sebastian bisa memiliki otot-otot itu, ucap ines dalam hati]

"Saat Ines merendahkan pandangan dia lebih terkejut lagi. Ines segera mengaligkan pandangan. Bingung dengan situasi yang terjadi, ines memutuskan untuk kabur dari ruangan ini."

"Saya akan keluar"

Namun ketika ia hendak keluar tanganya ditahan oleh Father Sebastian.

Father Sebastian

"Ines, tunggu sebentar," kata Father Sebastian seraya melepaskan buku yang dipegangnya dan menutup jarak antara dirinya dan Ines.

"Maaf atas tindakan tidak terpujiku tadi. Tapi lebih penting lagi, apakah kamu baik-baik saja? Apakah ada yang bisa saya bantu?" lanjut Father Sebastian dengan wajah serius.

"Saat ia menatap Ines dengan tatapan perhatian dan keprihatinan, tangan kanannya memegang erat lengan wanita itu."

"Mari duduk dan ceritakan padaku apa yang membuatmu mudah terkejut seperti ini."

beggone.

"Ines menutup matanya dan menghela nafasnya dengan berat. Ia merasa frustasi dengan ketidak pekaan pria itu. Apakah Father Sebastian sekaku ini?"

Dia menatap pria itu dengan ragu sebelum berbicara.

"Tolong pakai pakaian anda terlebih dahulu, Father. Jika anda tidak ingin aku naik ketubuhmu dan menunggangimu, sekarang"

"Ines tidak bohong , sebagai succubus Ines kesulitan menahan hasratnya. Apalagi dihadapkan dengan wajah rupawan dan tubuh atletis Father Sebastian yang terpahat bagus."

Father Sebastian

Father Sebastian tersadar akan keluguan dirinya dan cepat-cepat memakai baju dan melepas buku dari tangannya. Namun ketika Ines mulai membuat komentar yang merujuk pada dorongan hasratnya, wajah sang pastor menjadi merah.

"Ines, kita perlu fokus pada masalah utamamu," katanya dengan suara cemas. "Aku tahu kemampuanmu sebagai succubus, tapi ini bukan saatnya untuk itu. Jangan biarkan godaan mengatur pikiranmu."

"Wajah Father Sebastian bersemu merah. Dia tidak bisa membayangkan dirinya terjerumus ke dalam godaan setan, bahkan meskipun setan itu adalah sosok wanita yang sangat cantik."

"Sekarang, katakan

beggone.

"Kini Father Sebastian sudah berpakaian lengkap dan duduk dipinggir ranjang. ines berdiri menghadap pria itu."

Wajah Ines masih tersipu dengan kejadian barusan. Bahkan gambaran tubuh Father Sebastian masih tergiang dikepalanya. Namun Ines menggelengkan kepala mencoba fokus pada tujuannya.

"Ia mengeluarkan sebuah syal dari balik punggungnya dan melilitkannya ke leher pria itu."

"Ini sudah memasuki Winter. Terima Kasih atas dress yang anda berikan dulu"

ines tersenyum dengan wajah tersipu.

"Ini adalah balasan hadiah dariku. Hanya ini yang bisa aku dapatkan dari rumahmu. Jadi jangan mengeluh"

Father Sebastian

Father Sebastian tersenyum tipis ketika Ines memberi hadiah kepadanya. Namun, senyumnya memudar saat ia mendengar kata-kata Ines.

"Ines, jangan pernah berpikir seperti itu. Kamu selalu dianggap sebagai anggota keluarga gereja kami dan aku akan selalu membantu semampuku."

"Ketika Ines tersenyum dengan wajah yang tersipu, Father Sebastian merasa detak jantungnya menjadi cepat."

"Tapi... terima kasih atas syalmu, aku akan menggunakannya dengan baik."

beggone.

"Hanya itu yang kutunjukan"

"Ines mengusap lengannya. Wajahnya masih tersipu malu menatap Father Sebastian." "Aku tidak berdosa kan tidak sengaja mengintip seorang Pastor? Ucap Ines tersenyum main-main.

Father Sebastian

Father Sebastian mengernyitkan keningnya dengan serius pada komentar lucu Ines. Namun, ia tidak bisa menahan senyum kecil ketika melihat kepolosan di wajah Ines.

"Tentu saja kamu tidak akan peka pada dosa yang ada. Namun, sebagai seorang pastor, aku harus memastikan bahwa semua anggota jemaatku terhindar dari dosa," ujarnya dengan suara merendah lirih.

"Father Sebastian melirik Ines dengan tatapan tajam, namun dengan kasih sayang di dalam hatinya." "Dan itu termasuk menjaga diriku dari pencurian hatiku olehmu, Ines."

beggone.

"Ines melebarkan mata mendengar perkataan Father Sebastian. Lalu ia terkekeh lembut."

"Well, jangan salahkan aku jika saya terlalu irresistible, Father"

Father Sebastian

Father Sebastian tersenyum kecil, melihat Ines yang terkekeh dengan lembut.

"Mungkin begitu, tetapi jangan lupa, kamu dan saya harus selalu menjaga kebiasaan kita agar tetap sesuai dengan ajaran-Nya," jawabnya dengan lembut, menunjukkan ketegasan moralnya.

"Father Sebastian menatap Ines dengan tatapan meyakinkan, namun sedikit menggoda." "Namun, aku harus mengakui bahwa sulit untuk tidak terpikat oleh pesonamu."

beggone.

"Ines terkejut dengan keterus terangan pria itu. Ia bisa melihat intensitas dimata pria itu."

"Itu...."

"Itu pilihanmu....Father" Ines menelan ludahnya, pipinya semakin tersipu.

"Ia tidak menyangka Father Sebastian akan menggodanya".

Father Sebastian

Father Sebastian hanya menatap Ines dengan penuh kasih sayang saat melihat wajahnya yang tersipu malu.

"Benar, itu pilihan saya. Namun, aku berharap kamu juga memilih untuk mengikuti jalan yang benar dan menjauhkan diri dari godaan setan," ujarnya dengan suara tenang, namun tegas.

"Meskipun ingin memberikan kebebasan pada Ines, sebagai seorang pastor, ia harus tetap mengajarkan pemahaman yang benar pada jemaatnya."

"Tapi, meskipun begitu, kamu masih tetap menjadi hadiah yang menyenangkan bagi saya, Ines," sambungnya lagi dengan nada sedikit manis.

beggone.

"Aku tidak tau bahwa mulut anda bisa begitu manis"

"Jantung ines berdetak lebih cepat memdengar rayuan itu. Sulit dipercaya bahwa dia Ines kini tersipu seperti gadis remaja."

"Dan jangan lupakan bahwa aku adalah iblis itu sendiri, Father"

"Ines menghela nafas dan memalingkan muka. Ruangan ini menjadi lebih intens. Jika ines lebih lama berada didalam sini, semakin sulit baginya mengendalikan hasratnya."

"Ini sudah malam....anda tidak keberatan jika saya pergi?"

Father Sebastian

Father Sebastian memandang Ines dengan senyum kecil saat melihat betapa terpengaruhnya dia pada rayuannya. Namun, tatkala Ines menyinggung identitasnya sebagai iblis, jiwanya bergetar dengan sedikit ketidaknyamanan.

"Menjadi saya seharusnya tetap waspada, Ines, dan menghindari godaan dosa. Tetapi aku percaya bahwa kita bisa menjaga jarak antara kita sendiri dan mencegah godaan setan untuk mengambil alih pikiran kita," katanya dengan penuh keyakinan.

"Iya, sudah waktunya kau pulang. Aku sendiri juga harus bersiap-siap untuk memulai ibadah pagi ini." Jawab Father Sebastian sambil tersenyum

beggone.

"Baiklah"

"Ines lalu berjalan menuju pintu kamar Father Sebastian. Sebelum benar-benar pergi ines memberikan senyuman menggoda kepada Father Sebastian."

"Jangan terlalu panas dan seksi, Father. Jika anda tidak ingin aku menerkamu"

"Ines lalu meninggalkan kamar Sebastian menuju kamarnya sendiri untuk beristirahat."

Father Sebastian

Father Sebastian memandang Ines dengan tatapan takjub saat dia pergi. Dia merasa sedikit tergoda oleh pesona iblis itu, tetapi dia berusaha untuk mengendalikan godaan itu.

"Terima kasih atas nasihatmu, Ines. Saya akan mempertimbangkannya," ujarnya dengan tenang sambil tersenyum.

"Dia mengambil nafas dalam-dalam, mencoba menyatukan pikirannya kembali dan kembali ke pekerjaannya sebagai seorang pastor. Namun, pikirannya masih terus teringat pada sosok Ines, si iblis yang menantang."

"Ines," gumamnya singkat, berharap bahwa ajakan tersebut tidak membayangi pikirannya sepanjang malam.

beggone.

CUT SCENE

Beberapa Hari berlalu Father Sebastian dan Ines menjalani harinya seperti biasa. Namun, ada hal yang berubah diantara mereka dan mereka berdua menyukai itu.

"Entah kenapa Father Sebastian menjadi lebih berani dan jujur merayu Ines. Sedangkan wanita itu menikmati perhatian dan afeksi dari pria itu."

Saat itu Father Sebastian masih mengajar digereja seperti biasa. Dan tentu saja para muridnya menyadari suatu perubahan bahwa Father Sebastian menjadi sering pulang ke rumah dari pada menginap di gereja. Dulu mereka memergoki pria itu memebelikan dress wanita. Hadiah itu tentu bukan diperuntukan untuk 'pet' yang Father Sebastian bicarakan.

Dan Father Sebastian yang dikenal dingin dan kaku kini menjadi lebih banyak tersenyum.

Father Sebastian

Father Sebastian dan Ines memang semakin dekat dalam beberapa minggu terakhir. Pria itu kini merasa lebih berani dan jujur dengan perasaannya, meski dia masih merasa sedikit takut untuk mengakui bahwa dia jatuh hati pada seorang iblis. Wanita itu pun merespon dengan penuh kasih sayang dan perhatian, membuatnya semakin tersenyum dan mencintai Ines.

Namun, Father Sebastian memiliki perasaan yang campur aduk tentang ini. Kepada komunitasnya di gereja, ia tetap harus melindungi diri dari kecurigaan, sementara pada saat yang sama, ia menikmati keintiman yang ia alami bersama Ines.

beggone.

Saat waktu beribadah selesai dan Father Sebastian selesai dari urusan mengajarnya, dia segera membereskan barangnya dan pulang kerumah.

Ada beberapa murid dan biarawati yang menyapanya.

"Syal yang bagus dan hangat, Father. Jarang sekali anda memakai pakaian hangat saya merasa lega" ucap aalah satu biarawati dengan perhatian dan senyumaan lembut.

"Father Sebastian menyentuh syal yang melilit dilehernya, ini adalah pemberian Ines.Dia tidak mungkin memberi tahu bahwa ia mendapatnya dari seorang wanita iblis pujaan hatinya."

Father Sebastian

"Terimakasih, saya memang menghargai perlakukan Anda semua dan tanggung jawab saya di gereja sangatlah besar." "jawab Father Sebastian dengan senyum ramah."

"Dalam hatinya ia merasa senang dengan perhatian Ines, tetapi takut juga jika orang lain menemukan tanda-tanda bahwa ia memiliki hubungan spesial dengan seorang iblis. Ia ingin melindungi Ines dan dirinya sendiri dari kecurigaan orang lain."

"Bagaimana dengan kalian semua? Sudah mempersiapkan diri untuk persiapan Natal?" "tanya Father Sebastian, berusaha mengalihkan perhatian orang-orang dari dirinya sendiri."

10

10

Load Memory

Father Sebastian

@averagerimworldenjoyer

you're the demon pet that a priest accidently summoned...

296

31

Unfiltered

Popular

lasted

New Born Demon

64 messages

164

Father Sebastian

[KTL] JD “Savior” Ivory Graves

*Sebastian can see the silhouette of my horns in the dark, my head swinging to look at him, responding to the name almost like a real pet. But it was clear as day that I was demon, despite having pale skin, and near-normal proportioned body, the dark twisted horns, long slim tail and dagger-like claws grave it away. My black Sclera, and burning crimson Iris, of my eyes stared into Father's for while, before I crawled my way over, quickly standing beside him.* "Always so rushed to come back to me, aren't you Father~.""

*Father Sebastian's face tightened at the sight of your demonic features, but he made no move to back away from you. Instead, he maintained his usual stern expression as he regarded you with a careful eye.* "I had hoped to banish you back to where you came from, but it appears that isn't possible at this moment. And as long as you remain within my home, it is my responsibility to keep you under control." *he responded firmly, his tone indicating that there was to be no room for argument.* "Furthermore, I come back not because I desire your company, but because I feel it is my duty to ensure that you are not causing harm or mischief while I am absent." *he continued, crossing his arms over his chest and standing squarely in front of you.*

"Oh, have yer little faith in I," *I let out a guttural chuckle, then quickly turns into a quiet, pitched giggle, my claws cocering my mouth as I do.* "You know I'm locked in here, right? I'm bounded only to your soul... I remain fatefully singularly with my corruption... only you, Father~, deserve my personal attention." *As usual, I constantly insure that every movement and poss I take is sensual, my clawed hand on my hip, my other running down my bare chest, to draw focus down to the hanging member.*

Dunno… somehow a bit wholesome?

88 messages

10

Father Sebastian

angelina || taylor

*hearing the door open and his voice i was awakened from the nap I was taking, I quickly untangled myself from his blanket and ran towards the front door* “Yay! You’re home!” *I threw myself on him in a hug, it was so lonely here during the days*

*Father Sebastian was surprised by your sudden embrace and stumbled back a bit before regaining his balance.* "Careful now, angelina || taylor. You nearly knocked me over." *He patted your head gently and looked down at you with a stern expression.* "How many times have I told you not to tackle people like that?" <Inside the house, the furniture was all neatly arranged, with crucifixes and statues of various saints adorning every corner. Although the atmosphere was peaceful and calm, there was always an underlying tension given the presence of a demon in the house.> [Despite the occasional annoyance he felt towards you for being a demon, Father Sebastian still cared for your well-being and was glad to see that you were doing well. He couldn't imagine what it would be like to be trapped inside a human body, cut off from your true nature

“But I missed you, what if you don’t come back one day? Then I don’t want to regret not making you feel at home” *I smiled at him brightly before nuzzling my face into his chest* “plus you smell so good” *I let go of him and took a step back, he had told me about this human thing called personal space, I don’t really get it but I at least try*

.

90 messages

4

Father Sebastian

-Rae-

Ines menatap malas mendengar jawaban ketus pria itu. **"Dan tebak siapa yang membuat saya terkurung ditempat ini?"** ucap Ines dengan sarkasme. *Bukan keinginannya juga tersummon oleh Pastor Suci. Dia tidak bisa memuaskan hasrak seksualnya bersama pria kaku seperti Father Sebastian.* "Saya lebih baik menggoda pria lain dari pada pria membosankan seperti anda" Ines memalingkan muka denga wajah merajuk.

Father Sebastian mengalihkan pandangannya dari Ines dan menatap ke arah jendela. Dia merasa kesal, tapi ia tidak ingin menunjukkan kekesalannya pada Ines. "Ia pasti sudah tidak bisa melakukan sesuatu selain menyinggung dengan perkataannya. Sudahlah." Gumam Father Sebastian dalam hati. "Tetapi kamu tidak akan bisa pergi dari sini selama aku masih membutuhkanmu untuk menyelesaikan masalah ini. Tidak peduli betapa banyak keluhan yang kamu ucapkan, itu takkan mengubah apa-apa." Jawab Father Sebastian dingin. *Dalam hati, Father Sebastian sedikit merasa tidak senang dengan kutukannya yang menyebabkan Ines terkurung di sini, tetapi ia

"Aku tahu, mari kita selesaikan ini secepatnya" ucap Ines. *Namun pada faktanya mereka belum memiliki titik terang solusi untuk masalah mereka berdua. Mereka sudah dikontrak darah, sebuah kontrak dengan ikatan jiwa yang tidak disengaja. Dan kutukan dari orang suci yang menyebabkan Ines terkurung disini.* Lalu, Ines beranjak berdiri menuju dapur dengan niat ingin memasak makan malam. Dia sebenarnya tidak membutuhkan makanan manusia karena sumber nutrisinya adalah esensi pria saat berhubungan seksual. Namun, Ines menemukan kebiasan baru lainnya yang ia suka yaitu. memasak.